Pasti udah banyak yang tau kalau film ini adalah adaptasi dari novel best seller
karya Suzanne Collins. Novel ini udah terjual 25 juta kopi lh! Bukan
mengherankan kalau fansnya banyak banget dan membuat film ini jadi film
yang
sangat ditunggu-tunggu. Ketika pertama kali kabar bahwa trilogi novel The Hunger Games
(2008 – 2010) karya Suzanne Collins akan diadaptasi ke layar lebar,
banyak pihak yang mengharapkan bahwa versi film dari trilogi tersebut
akan memiliki pengaruh komersial yang sama besarnya dengan versi
adaptasi film dari The Twilight Saga (2005 – 2008) karya
Stephanie Meyer. Tentu saja, harapan tersebut muncul karena kedua seri
novel tersebut sama-sama menghadirkan kisah cinta segitiga yang
biasanya
dapat dengan mudah menarik perhatian para penonton muda. Kisah romansa
memang menjadi salah satu bagian penting dalam penceritaan
The Hunger Games. Namun, kisah romansa tersebut hanyalah salah satu bagian kecil dari tema penceritaan The Hunger Games yang tersusun dari deretan kisah yang lebih kompleks, dewasa dan jauh lebih kelam dari apa yang dapat ditawarkan oleh The Twilight Saga.
The Hunger Games
berkisah mengenai kehidupan sekelompok manusia di masa yang akan datang
di sebuah negara yang bernama Panem. Panem merupakan sebuah negara yang
terdiri dari 12 wilayah distrik yang berdiri di reruntuhan negara
Amerika Serikat yang kini telah musnah keberadaannya. 12 wilayah distrik
itu sendiri mewakili tingkat kesejahteraan setiap masyarakatnya, dengan
para penduduk yang berada di wilayah District 12 merupakan para
penduduk dengan kondisi kesejahteraan yang paling menyedihkan. 70 tahun
sebelumnya, para penduduk distrik tersebut sempat mengadakan perlawanan
terhadap The Capitol, sebutan untuk sistem pemerintahan yang mengontrol
masyarakat Panem secara otoriter. Sayangnya, perlawanan tersebut
berakhir dengan kegagalan. Sebagai bentuk hukuman, setiap tahunnya The
Capitol mengadakan The Hunger Games, dimana setiap distrik memilih satu
remaja pria dan satu remaja perempuan sebagai tributes untuk
saling bertarung untuk mempertahankan hidup mereka. The Hunger Games
baru akan berakhir ketika kompetisi tersebut hanya menyisakan satu
kontestan yang akan dinyatakan sebagai pemenang.
Berfokus pada penyelenggaran The Hunger
Games ke-74, dikisahkan seorang remaja perempuan berusia 16 tahun,
Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence), mengajukan dirinya sebagai seorang
tributes untuk menggantikan posisi adiknya, Prim (Willow
Shields), yang sebenarnya terpilih untuk bertanding dalam kompetisi The
Hunger Games. Bersama Katniss, terpilih pula seorang remaja pria bernama
Peeta Mellark (Josh Hutcherson) yang akan mewakili District 12. Dengan
didampingi oleh seorang escort dari The Capitol, Effie Trinket
(Elizabeth Banks), seorang penata gaya, Cinna (Lenny Kravitz), dan
mantan pemenang The Hunger Games yang kini akan menjadi pelatih Katniss
dan Peeta, Haymitch Abernathy (Woody Harrelson), Katniss dan Peeta mulai
mempersiapkan diri mereka untuk menghadapi 22 tributes lainnya, mempertahankan hidup mereka sekaligus berusaha untuk memenangkan The Hunger Games.
Sebenarnya, adalah sulit untuk membayangkan bagaimana Gary Ross (Seabiscuit, 2003) akan menuturkan penceritaan The Hunger Games
yang cukup kelam tersebut agar mampu menjadi sebuah penceritaan yang
dapat diterima oleh kalangan luas. Di luar kisah persahabatan dan
percintaan yang terbentuk antara karakter Katniss, Peeta dan Gale (Liam
Hemsworth), The Hunger Games memiliki tema kelam yang menyeruak
di dalam jalan ceritanya, khususnya mengenai bagian kematian yang
melibatkan bagian kisah mengenai sekelompok remaja – yang beberapa
diantaranya merupakan karakter anak-anak – yang saling membunuh satu
sama lain. Namun, Ross ternyata mampu menghantarkan kisah The Hunger Games
dengan sangat baik. Dengan memperhalus berbagai adegan yang terkesan
sadisme, namun sama sekali tidak pernah kehilangan esensi utama adegan
tersebut, Ross menghadirkan The Hunger Games sebagai deretan
kisah yang berjalan efektif, baik ketika sedang bercerita dengan nada
drama maupun ketika sedang berada dalam penceritaan penuh adegan aksi.
Membedakan dirinya dari banyak kisah yang
dipasarkan untuk penonton remaja, walaupun tetap hadir sebagai sebuah
sajian hiburan, jalan cerita The Hunger Games dipenuhi dengan
berbagai tema penceritaan mengenai kehidupan yang mampu secara efektif
dihadirkan tanpa pernah memperlambat tempo penceritaan film ini.
Keterlibatan langsung Suzanne Collins, yang menulis naskah cerita The Hunger Games bersama Ross dan Billy Ray (State of Play, 2009), sedikit banyak memberikan pengaruh pada pengawasan kualitas cerita dari versi film The Hunger Games. Walaupun pada beberapa bagian The Hunger Games
terasa kurang mendapatkan pengembangan yang lebih kuat – khususnya pada
karakterisasi beberapa tokoh yang hadir di dalam jalan cerita – yang
membuat The Hunger Games kurang tereksplorasi secara emosional, namun secara keseluruhan, materi penceritaan The Hunger Games mampu tampil stabil dan kuat semenjak awal hingga film ini berakhir.
Hadir dengan fondasi penceritaan yang kuat, The Hunger Games
tampil semakin kokoh dengan penampilan dari departemen akting serta
tata produksi yang meyakinkan. Sangat sulit untuk memilih salah satu
pengisi departemen akting The Hunger Games dan menyatakan
mereka tidak mampu menghidupkan karakter mereka dengan baik. Di lini
depan, Jennifer Lawrence mampu menghadirkan penampilan akting
terbaiknya, memberikan kharisma yang luar biasa menarik sebagai seorang
tokoh utama sekaligus menghasilkan chemistry yang erat antara
dirinya dengan Josh Hutcherson dan Liam Hemsworth. Para pemeran
pendukung film ini juga mampu menghadirkan penampilan akting mereka yang
menarik. Karakter-karakter eksentrik seperti Haymitch Abernathy, Effie
Trinket, Cinna, Caesar Flickerman dan Seneca Crane mampu dihidupkan
secara cerdas oleh Woody Harrelson, Elizabeth Banks, Lenny Kravitz,
Stanley Tucci dan Wes Bentley.
Secara visual, Ross mampu
menginterpretasikan nada ceritanya melalui pewarnaan visual cerita yang
ia hadirkan. Ketika mengisahkan latar belakang kehidupan karakter
Katniss, Peeta dan seluruh penduduk distrik di negara Panem yang
diwarnai kemiskinan, Ross memilih untuk menggambarkannya dengan warna
kelabu yang bernuansa kelam. Visualisasi tersebut jelas kontras jika
dibandingkan dengan pewarnaan yang cerah dan bervariasi ketika jalan
cerita sedang dipusatkan di The Capitol atau dengan pewarnaan hijau yang
dominan ketika kompetisi The Hunger Games sedang berlangsung. Efek
khusus yang dihadirkan juga mampu tampil mumpuni, walaupun sulit untuk
dikategorikan sebagai sebuah penampilan yang spesial.
Kelemahan terbesar yang dapat dirasakan dalam penceritaan The Hunger Games
adalah kurang mampunya Gary Ross dalam menjaga alur intensitas cerita
film ini. Banyaknya karakter pendukung yang hadir tanpa disertai latar
belakang yang kuat juga seringkali membuat The Hunger Games
terkesan kurang mampu untuk menjalin ikatan emosional yang kuat kepada
para penontonnya. Yang terakhir, mungkin terletak pada pengeksekusian ending
film ini yang berkesan terlalu klise dan kurang kuat. Pun begitu, tak
satupun kelemahan tersebut akan mampu mengurangi kenikmatan dalam
mengarungi kisah The Hunger Games. Hadir dengan penampilan
akting para jajaran pemeran yang kuat, tata produksi yang apik serta
jalinan kisah yang berjalan dengan rapi, The Hunger Games memulai perjalanan kisah triloginya dengan sangat mengesankan.
The Hunger Games (2012)
Directed by Gary Ross Produced by Nina Jacobson, Jon Kilik Written by Gary Ross, Suzanne Collins, Billy Ray (screenplay), Suzanne Collins (novel, The Hunger Games) Starring
Jennifer Lawrence, Josh Hutcherson, Woody Harrelson, Elizabeth Banks,
Lenny Kravitz, Liam Hemsworth, Stanley Tucci, Donald Sutherland, Wes
Bentley, Toby Jones, Alexander Ludwig, Isabelle Fuhrman, Paula
Malcomson, Willow Shields, Jacqueline Emerson, Dayo Okeniyi, Amandla
Stenberg, Jack Quaid, Leven Rambin Music by T-Bone Burnett, James Newton Howard Cinematography Tom Stern Editing by Stephen Mirrione, Juliette Welfling Studio Color Force/Larger Than Life Productions/Lionsgate/Ludas Productions Running time 142 minutes Country United States Language English
Tags: Alexander Ludwig, Amandla Stenberg, Dayo Okeniyi, Donald Sutherland, Elizabeth Banks, Gary Ross, Isabelle Fuhrman, Jack Quaid, Jacqueline Emerson, Jennifer Lawrence, Josh Hutcherson, Lenny Kravitz, Leven Rambin, Liam Hemsworth, Movies, Paula Malcomson, Review, Stanley Tucci, The Hunger Games, Toby Jones, Wes Bentley, Willow Shields, Woody Harrelson
Tidak ada komentar:
Posting Komentar